Pemilu KADA Letupan Petasan di Bulan Ramadhan




Pemilu KADA Kabupaten Bandung, adalah pestanya kaum “alit” ; rakyat berlomba berebut “saweran”. Para elit politik gesit seketika berlomba berebut posisi kekuasaan, tawar-menawar berbagi memilah mana wilayah strategis, politis atau cicis. Nego dan lain sebagainya dilakukan untuk mencapai kekuasaan. Birokrat tak ketinggalan blingsatan membangun eskalasi mencari posisi dan mengamankan jabatannya. Para pengusaha turut menganalisa berspekulasi menebar rezeki sana-sini di balik para kandidat pimpinan daerah.

Lalu apa rezeki buat seniman di bandung timur?. Pada acara rutinan “Ngaderes” salah satu ruang komunkasi seniman dan budayawan Bandung timur yang di gelar pada tanggal 22 Juli kemarin di Cicalengka, sebuah ruang pertemuan mingguan. Tercetus beberapa wacana diantaranya ; “rezeki buat kita adalah satu terlindunginya aset sejarah, seni dan kebudayaan sunda, khususnya dalam hal ini perlindungan situs dan mandala kerajaan kendan di Nagreg dan seputarya, kedua terwujudnya mimpi memiliki fasilitas pertunjukan seni dan budaya di Cicalengka baik bentuk gelanggang pemuda maupun Gd. Kesenian yang refresentatif, ketiga terkabulnya mimpi memiliki museum atau galeri untuk para pendahulu negeri, pengkarya, seniman dan budayawan di Bandung timur ”.
Tapi siapa calon pimpinan yang mau mewujudkan itu semua? Saya pikir hanya akan jadi “dongeng dan janji saja” seperti biasa hanya akan jadi amang-amang dan iming-iming kandidat saja. Jadi kami pikir pemilu KADA hanya lah sebuah letupan petasan pada bulan ramadhan, mengejutkan tapi tak banyak berarti bagi kami, sepertihalnya letupan kembang api pada pembukaan PORDA di Jalak Harupat, penyulut petasanlah yang akan jadi korban, penonton hanyalah bertepuk tangan dan sorak soray.
Salah satu buktinya, pada tahun 2009 kemarin kita menyelenggarakan beberapa event seni budaya diantaranya “Nuras” satu upacara budaya peninggalan karuhun sunda, sama sekali tak ada perhatiannya, meskipun demikian kita akan terus berproses, ada atau tidak perhatian dari penguasa daerah.
Artinya penguasa sementara ini di mata kami, hanyalah orang-orang sibuk yang mengamankan posisi dirinya. Tak mau terusik kesibukannya oleh komunitas-komunitas kecil kami.

Ungkapan tersebut terlontar disambut tawa lebar di sela-sela “Ngaderes” yang dihadiri komuitas, seniman, budayawan, sejarawan dan beberapa LSM dari cikancung, Cicalengka, Nagreg dan Rancaekek.

Ya… kita saksikan saja petarungan yang sedang berlangsung dan siapa yang akan memimpin kemudian, semoga saja orang-orang terbaik yang akan mencintai, menjaga dan merawat seni, sejarah dan budayanya. Bila tidak waktu dan dirinya sendiri yang akan menghukumnya.

Cicalengka, 27 Juli 2010
Ketua Masyarakat Sejarah Kendan
Bob Ujo
(foto;borolox)

Komentar

Postingan Populer